Wednesday, March 29, 2017

Retribusi Izin Gangguan

Apa yang terjadi bila di wilayah permukiman yang didiami, tiba-tiba muncul aktifitas usaha di tengah-tengah lingkungan masyarakat yang berefek terganggunya kenyamanan masyarakat sekitar? Ambil contoh, bila tetiba muncul aktifitas perbengkelan di deretan perumahan, di mana masyarakat sekitar tidak pernah meniatkan lingkungan mereka menjadi area bisnis lengkap dengan kebisingannya. Tentu kejadian seperti ini mengganggu dan berpotensi menimbulkan kegaduhan di masyarakat.

Pemerintah Daerah sebagai pemegang otoritas pengelolaan wilayah, memiliki kewenangan untuk melaksanakan pengaturan agar bagian-bagian dalam masyarakat dapat terwadahi kepentingannya tanpa harus mengganggu kepentingan bagian masyarakat lainnya. Masyarakat tentu butuh kehadiran bengkel motor/mobil, toko kelontong dan swalayan, rumah makan, toko material bangunan dan lain-lainnya, namun lokasi operasional usaha-usaha tersebut harus diatur sehingga tidak terjadi unit bisnis berdiri di area yang tidak sesuai dengan peruntukkannya.

Dasar Hukum 

Pada masa penjajahan Belanda, pengaturan fungsional wilayah telah menjadi perhatian bagi pengelola administrasi pemerintahan saat itu. Untuk pengaturan mengenai pendirian aktifitas bisnis tertentu dan wilayah mana-mana saja yang diperkenankan untuk pendiriannya, maka telah diterbitkan Undang-Undang (Ordonansi) Gangguan/Hinderordonnantie  dalam lembaran negara (Staatsblad) Tahun 1926 Nomor 226, yang sering diistilahkan dengan izin HO. Dalam Undang-Undang dimaksud, ada pengaturan wilayah-wilayah yang ditetapkan sebagai area yang tidak diperkenankan untuk pendirian beberapa aktifitas bisnis dan industri tertentu. Selanjutnya UU tersebut disempurnakan terakhir dengan Stbl Tahun 1940 Nomor 450

Sampai saat ini pengaturan dan penerbitan Izin Gangguan masih dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota, namun belum ada peraturan setingkat undang-undang yang diterbitkan untuk menggantikan Stb 1926 No. 226. Peraturan pelaksanaan yang mendasari pengaturan Izin Gangguan baru sebatas pada tingkatan Peraturan Menteri yaitu Permendagri Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pedoman Penetapan Izin Gangguan di Daerah yang telah direvisi dengan Permendagri 22 Tahun 2016.

Dalam Permendagri dimaksud, disebutkan bahwa izin gangguan merupakan sarana pengendalian, perlindungan, penyederhanaan dan penjaminan kepastian hukum dalam berusaha. Salah satu yang disinggung dalam peraturan dimaksud adalah mengenai pengecualian pendirian industri yang tidak memerlukan pengajuan retribusi Izin Gangguan yaitu apabila instalasi industri dilakukan dalam kawasan industri. Seluruh dampak gangguan yang ditimbulkan dari aktifitas operasional industri dianggap minim gangguan pada masyarakat karena umumnya kawasan industri secara lokasi terpisah dari lingkungan permukiman serta seluruh sarana dan inrastruktur kawasan industri telah dipersiapkan untuk mengantisipasi efek samping dari pengelolaan industri.

Definisi 
Objek Retribusi Izin Gangguan adalah pemberian izin tempatusaha/kegiatan kepada orang pribadi atau Badan yang dapat menimbulkan ancaman bahaya, kerugian dan/atau gangguan, termasuk pengawasan dan pengendalian kegiatan usaha secara terus-menerus untuk mencegah terjadinya gangguan ketertiban, keselamatan, atau kesehatan umum, memelihara ketertiban lingkungan, dan memenuhi norma keselamatan dan kesehatan kerja. 

Tidak termasuk objek Retribusi adalah tempat usaha/kegiatan yang telah ditentukan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah. Tempat usaha/kegiatan yang dimaksud adalah kawasan industri yang disiapkan oleh Pemerintah Daerah. Dengan pengecualian pengajuan Izin Gangguan beserta pembayaran retribusinya diharapkan menjadi insentif dan stimulan agar industri dapat memusatkan pendirian industrinya pada kawasan yang telah dipersiapkan segala sarananya untuk meminimalkan dampak negatif operasional industri.

Dalam penjelasan Undang-Undang 28 Tahun 2009, dijelaskan bahwa bila dibanding UU Nomor 34 Tahun 2000, objek Retribusi Izin Gangguan diperluas hingga mencakup pengawasan dan pengendalian kegiatan usaha secara terus-menerus untuk mencegah terjadinya gangguan ketertiban, keselamatan, atau kesehatan umum, memelihara ketertiban lingkungan dan memenuhi norma keselamatan dan kesehatan kerja

Tarif Retribusi

Berdasarkan penjelasan UU PDRD, mengingat tingkat penggunaan jasa pelayanan yang bersifat pengawasan dan pengendalian sulit ditentukan, tarif retribusi Izin Gangguan dapat ditetapkan berdasarkan persentase tertentu dari nilai investasi usaha di luar tanah dan bangunan, atau penjualan kotor, atau biaya operasional, yang nilainya dikaitkan dengan frekuensi pengawasan dan pengendalian usaha/kegiatan tersebut.

Dalam penghitungan besaran Retribusi Izin Gangguan yang akan dikenakan, umumnya Pemerintah Kabupaten/Kota mencantumkan rumus yang memperhitungkan luas areal usaha, jenis usaha, lokasi usaha, serta dampak gangguan yang ditimbulkan. Jenis usaha yang menimbulkan limbah pada lingkungan tentu akan mempunyai bobot atau indeks yang lebih besar bila dibandingkan dengan industri yg ramah lingkungan. Lokasi yang tidak dalam peruntukan usaha juga akan dikalkulasi lebih dalam perhitungan besaran retribusi.

Friday, March 24, 2017

Pajak Daerah - Pajak Sarang Burung Walet

Gambar nationalgeographic.com
Saat mendengar kata-kata 'sarang burung walet', alam pikir kita akan dituntun oleh produk yg bernilai tinggi karena harga jual yang mahal serta menjadi komoditi yang laku di pasaran internasional. Secara umum sarang burung walet bukan komoditas yang dikonsumsi oleh kebanyakan masyarakat Indonesia. Tidak dikenal dalam tradisi kuliner nasional menggunakan bahan baku dari sarang burung walet.


Sarang burung walet terkenal karena menjadi bahan baku sajian mewah yang dikonsumsi oleh masyarakat Tiongkok. Konon, makanan tradisional Tiongkok ini dikenal sejak Dinasti Tang memerintah pada Tahun 618-907M. Sajian sarang burung walet dikenal karena termasuk dalam literatur pengobatan tradisional Cina dengan khasiat sebagai resep perawatan kecantikan dan kebugaran tubuh. Dahulu, kuliner mewah yang biasa disajikan dalam hidangan sup ini,  hanya dapat dinikmati oleh para keluarga kerajaan saja. Bahan baku sarang burung walet diperoleh dari wilayah Asia Tenggara. Dengan kepercayaan atas khasiatnya serta keterbatasan pasokan bahan bakunya, sarang burung walet sampai saat ini tetap menjadi komoditi bahan baku makanan yang tidak murah harganya.



Pada mulanya pengambilan sarang burung walet dilakukan pada habitat alam tempat sarang burung walet berada. Sarang burung walet diproduksi dari air liur burung walet itu sendiri, dan biasanya habitat alam yang menjadi hunian mereka adalah gua-gua yg bersisian di pinggir pantai. Di Indonesia sarang burung walet dapat ditemukan pada gua-gua pantai laut selatan. Pengambilan sarang burung walet kerap berisiko tinggi disebabkan pengambilannya dilakukan dengan peralatan sederhana pada posisi langit-langit gua di tengah debur ganas ombak laut selatan.



Gambar Bisfren.com
Namun pada era saat ini pemanfaatan sarang burung walet telah dapat dilakukan melalui metode penangkaran. Pada awalnya, beberapa burung walet ada yang secara liar membuat sarang burung walet di rumah-rumah warga. Setelah melihat prospek keuntungan dari hadirnya sarang burung walet di tengah kediaman mereka, maka para penangkar burung walet mulai serius dengan membuat bangunan yang akan menarik burung walet untuk membuat sarang di sana.


Bangunan Penangkaran Burung Walet (gambar dari http://bapenda.jabarprov.go.id)
Definisi
Pajak Sarang Burung Walet adalah pajak atas kegiatan pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung walet. Burung Walet adalah satwa yang termasuk marga collocalia, yaitu collocalia fuchliap haga (walet sarang putih), collocalia maxina (walet sarang hitam), collocalia esculanta (walet sapi), dan collocalia linchi (walet linci).

Objek Pajak Sarang Burung Walet adalah pengambilan dan/atau pengusahaan Sarang Burung Walet. Tidak termasuk objek pajak adalah:
  1. pengambilan Sarang Burung Walet yang telah dikenakan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP);
  2. kegiatan pengambilan dan/atau pengusahaan Sarang Burung Walet lainnya yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
Ketentuan jenis PNBP yang dikecualikan sebagai Objek Pajak, dapat mengacu pada Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.37/Menhut-II/2014 tentang Tata Cara Pengenaan, Pemungutan Dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak Bidang Perlindungan Hutan Dan Konservasi Alam dengan uraian sebagai berikut:
  1. Iuran Izin Usaha Pemanfaatan Tumbuhan dan Satwa Liar  (IIUPTSL) adalah iuran yang dikenakan kepada pemegang izin usaha pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar.
  2. IIUPTSL meliputi iuran izin pengedar dalam negeri, iuran izin pengedar luar negeri, iuran izin penangkaran, iuran izin peragaan, iuran izin lembaga konservasi, izin pengelolaan sarang burung walet di dalam zona/blok pemanfaatan kawasan pelestarian alam, iuran izin pengusahaan taman buru, iuran akta buru di taman buru, iuran hasil buruan satwa buru dan iuran izin pengambilan sampel penelitian (mati/bagian-bagian).
Pajak Sarang Burung Walet termasuk salah satu jenis pajak daerah yang baru dapat dipungut Pemerintah Kabupaten/Kota sejak ditetapkan dalam UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi. Pada UU Nomor 34 Tahun 2000 tentang PDRD, jenis pajak ini belum termuat sebagai salah satu opsi pajak daerah. 

Subjek Pajak dan Wajib Pajak
Pihak yang dibebani Pajak (Subjek Pajak) Sarang Burung Walet adalah orang pribadi
atau Badan yang melakukan pengambilan dan/atau mengusahakan Sarang Burung Walet. Demikian pula pengusaha sarang bur
ung walet berkedudukan pula sebagai Wajib Pajak yang menyampaikan laporan omzet usaha yang akan dikenakan beban Pajak.

Dasar Pengenaan Pajak
Dasar pengenaan Pajak Sarang Burung Walet adalah Nilai Jual Sarang Burung Walet. Nilai Jual Sarang Burung Walet dihitung berdasarkan perkalian antara harga pasaran umum Sarang Burung Walet yang berlaku di daerah yang bersangkutan dengan volume Sarang Burung Walet.



Sarang burung walet dijual berdasarkan bentuk, asal pengambilan serta kualitasnya. Dalam laman harga.web.id, diuraikan ilustrasi harga sarang burung walet sebagai berikut:



Kendala Pemungutan Pajak
Secara umum transaksi bisnis sarang burung walet hanya melibatkan pengusaha atau sarang burung walet dengan pembeli yang akan mengekspornya ke luar negeri. Saat ini banyak Pemerintah Daerah belum dapat secara optimal melaksanakan jenis pajak ini, mengingat sistem penjualannya masih dilakukan secara tradisional. Akhirnya Pemerintah Daerah hanya mengandalkan kerelaan dan kejujuran pengusaha dalam penyetoran pajaknya.

Demikian pula kerap terjadi pasang surut permintaan serta harga pasar sarang burung walet yang kadang mengakibatkan lesunya gairah usaha ini. Di beberapa daerah ada yang akhirnya mengusulkan pencabutan perda pajak sarang burung walet disebabkan daerah tersebut minim potensi atau juga terjadi menurunnya tingkat perdagangan sarang burung walet.